• RSS
  • My Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Wednesday 30 May 2007

Sensasi Empat Mata



“Puas?! Puas?!”, lagi-lagi Tukul berdiri ke depan kamera sambil nyengir ama audience di studio Trans7. Ya, itu mah udah biasa kita lihat di acara Empat Mata. Talk Show yang sekarang jadi obrolan banyak orang. Penuh canda, humor dan gurauan segar, telah jadi icon Empat Mata. Konon acara ini punya rating sebagai talk show nomor wahid di negeri ini. Empat Mata yang awalnya sekali tayang, mbengkak jadi tiga kali seminggu, lalu lima kali sepekan, dan sekarang jadi enam kali lho. Bujubuset, kalah nih siaran berita. By the way, omongan khas Tukul pun udah jadi santapan rutin, seperti “Silent please”, “Kembali ke laptop”, atau “Puas?! Puas?!” udah populer di kalangan masyarakat Indo.

Layaknya sebuah acara yang sarat sensasi dan kontroversi, pro dan kontra terjadi dimana-mana. Bahkan ga sedikit orang-orang yang disebut cendekiawan dan tokoh masyarakat mulai angkat bicara. Psikolog sosial Sartono Mukadis nyebut Tukul sebagai pelawak jenius. Dieng!!! Kenapa dia bilang kayak gitu? Menurut beliau, karena Tukul dapat berpikir secara cepat (quick thinking). Walah, mobil F1 kalah cepet dong. Malahan, juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng, memuji acara yang dibawakan Tukul sebagai lawakan yang menghibur, segar, santai, serta cerdas. Tak heran, menurut beliau, acara Empat Mata digemari banyak orang. Ck...ck..ck.

Sobat, itu tadi dua buah komentar hangat, yang udah dibisikkan ke telinga kita, soal acara Empat Mata. Terlepas dari sisi ada atau ga-nya si Tukul Arwana, nampaknya perlu deh kita coba kupas sedikit tentang setting dan model acara Empat Mata itu. Kenapa? Tentunya supaya kita paham, dan ngerti tentang seluk-beluk Talk Show Empat Mata, dan program lain yang serupa. Biar jadi kritis gitu. Ga asal nyengir dan ketawa doang. Huss...cengengesan. Selain itu, bener ga sih omongan dua orang intelektual tadi? Apa memang sih acara seperti Empat Mata tuh emang bener-bener tokcer di hati warga negeri kita? Kita kupas habis yuk tentang acara ini. Monggo kerso....

Sekilas Empat Mata

“Empat Mata” memang talk show yang punya kemasan berbeda. Dibandingin ama acara sejenis seperti ”Lepas Malam” dan ”Dorce Show” di Trans TV, ”Om Farhan”di Anteve, ”Kick Andy” di Metro dan ”SMS” di Indosiar. Beda banget lho. Acara Empat Mata 50%-nya berisi lawakan dan basa-basi dari sang maestro. Sedangkan kupasan temanya ga lebih dari 30% aja. So, memang acara Empat Mata punya target awal untuk sekedar menghibur dan cengengesan belaka. Umpama buat proposal kegiatan, yang kita ketik di Tujuan Acara adalah ”Tujuan acara ini adalah untuk cengengesan semata.” Aduh, bakal dijewer guru BP ama wakasek kesiswaan nih. Hehe, aneh memang, tapi inilah yang terjadi gicuulooch.

Ehem, analisa kita nih ya, selama ini, sosok bintang tamu yang hadir, cuma buat sarana sebagai bekal improvisasi kelucuan Tukul, si pembawa acara sekaligus moderator. Bintang tamu sekedar jadi trigger alias pemantik, agar kelucuan the MC man lahir. Ga heran, seringkali di acara ini bintang tamu kudu siap nyengir kecut, akibat jadi korban sang pembawa acara. Artinya, bintang tamu hanya sekedar obat nyamuk doang alias selingan, Tukul-lah yang menjadi pusatnya, gicuulooch. Sebagai contoh nih ya, kita cuplik salah satu edisi aja dari acara ini. Sekitar 2 bulan lalu acara ini kedatangan Maia Ahmad, Sarah Sechan, Koming, dan Omas. Ketika Tukul bertanya kepada Maia, ”Siapa yang kira-kira akan menggantikan Mulan?” Maia terdiam sesaat. Belum sempat Maia menjawab, Tukul segera nyela, ”Barangkali saya bisa, atau Omas? Kami siap kok diaudisi.” Lalu Tukul ngajak Omas untuk bernyanyi dan menyita waktu yang cukup lama. Pembawa acara membiarkan Maia dan lainnya hanya sebagai pengamat. Itu saja. Ga ada pertanyaan yang habis dikupas, MC segera kembali ke tempat duduknya, dan berkata, ”Kembali ke laptop.” Garing ga tuh.

Sobat, memang sih hiburan itu terkadang penting. Apalagi kalo diri lagi jutek dan bete habis. Tapi ingat lho, ga selamanya hiburan tuh perlu. Apalagi kalo kita lagi menghadapai hal-hal yang serius dan membutuhkan solusi. Ga pas lagi. Perlu kita tahu juga lho, seringkali kalo kita tuh udah ketawa ngakak, antara haq dan yang bathil jadi kabur gicuulooch. Coba deh kita perhatiin format acara talkshow Empat Mata (dan mungkin juga ada di acara-acara yang lain), tiap ada bintang tamu yang masuk, pasti sang pembawa acara ngasih cipika-cipiki. Padahal tuh jelas-jelas diharamin lho. Ditambah lagi tangan-tangan gerilya dari moderator yang merambat kemana-mana. Dari bintang tamu, hingga ke genteng. Glodak!! Gurauan porno yang sepintas nyelip di pertanyaan. Plus pembagian tempat duduk penonton yang bercampur baur antara laki-laki dan perempuan. Ga cukup itu aja, pakaian dan penampilan yang serba menor dan minim dari para feature acara. Sebenarnya beragam dosa udah tumplek blek disana. Sayangnya, itu semua ga kita perhatikan. Cara berpikir kita udah kadung ketutup ama perasaan terhibur. Yang kita pantengin cuma guyonannya aja. Sadar! Nyebut dong fren!! But...but...but.

Korban Kapitalisasi Global

Sobat, tahukah kamu kalo kita sebagai penonton tuh udah jadi korban kapitalisasi global. Apa tuh kapitalisasi? Artinya tuh mendasarkan semuanya pada modal alias uang dan uang. Asas manfaat jadi nomor satu. Kamu pasti ga asing deh dengan istilah ini, apalagi sejak SMP udah digelontor ama ilmu ekonomi yang mendewakan manfaat alias utility suatu benda. Tahukah kamu, kalo yang dimaksud manfat itu bukan hanya pada benda tapi juga bisa pada jasa, including jasa pribadi manusia. Maka ga heran di negeri-negeri kapitalis termasuk Indonesia segala yang mengandung manfaat laku aja dijual, termasuk menjual diri. Hii... Sebut aja majalah Playboy yang masih getol produksi, area prostitusi yang masih kokoh terlindungi, dan acara-acara televisi yang ga bermutu, masih juga tayang dan punya rating tinggi. Muhammad Syihabuddin, dosen Ilmu Pemerintahan Fisip Unila menyebutkan dalam artikelnya tentang Tukulisme, ”Wajar kiranya kini, banyak media yang dituduh “menghamba pada rating”, karena kebanyakan program yang disiarkan oleh TV swasta hanya mengejar rating semata. Tak peduli jika program itu berperan besar dalam pembodohan massal, memopulerkan mistisisme, atau meritualkan “budaya” olok-olokan kepada masyarakat, maka program semacam itu akan diperpanjang menjadi 250 episode, misalnya.” Tuh kan. 

Beliau juga menambahkan, ”Kapitalisasi terhadap segala macam program yang tak cerdas hampir-hampir menggelinding tanpa kendali. Ia akan mengeksploitasi dan menjual apapun asalkan pengiklan berjubel datang dan antri untuk memasang iklannya, mengiringi penayangan program itu. Mulai dari acara “mengobrak-abrik” rumah tangga selebritis, mendramatisir secara mistis jasad-jasad manusia, dan terakhir “hancurnya” si Tukul. Saya rasa, sepak terjang kapitalisme sudah terlampau jauh, bahkan terkesan keterlaluan.” Betul?.

Menurut Piliang (pengamat media) media televisi, sebagai ruang publik, justru punya andil besar dalam penjerumusan masyarakat pada “pendangkalan ruang publik (the swallowness of public sphere).” Kok bisa? Ya bisa, kalo ruang publik cenderung dibangun tidak berdasar pada pengetahuan yang luas, landasan yang kuat, dan moral yang kokoh. Sekarang, coba kita mikir ulang deh....

Ayo-ayo Sadar Dong!!

Nah sobat, ngerti kan sekarang. Kalo sebenarnya acara yang dikemas dalam bentuk yang ga mendidik, sekedar cengengesan, hura-hura, dan full maksiat, hanya memiliki tujuan mengejar rating dan ngumpulin lembaran Pak Karno dan Bung Hatta mesem. Sedangkan kita yang sekedar nonton, lama kelamaan akan terkena dampaknya, dari sekedar cengengesan, ikut-ikutan gaya, hingga membela acara itu mati-matian ketika dikritisi. Sadar dong fren.

Sobat, bukannya kita ngerasa sok benar. Hanya saja kita coba mengkritisi apa aja sih yang ada di sekeliling kita. Supaya kita waspada dan punya filter yang selektif. Kita ga akan rela ketika udaya olok-olokan yang bernuansa SARA (Seputar Rai dan Anatomi) menjadi tradisi nasional. Coba deh kita bandingkan, antara diri kita sekarang dengan para sahabat di era Rasulullah SAW. Soal pola sikap dan pola pikirnya, uuh...jauh men. Kayaknya kita yang kudu ke laut aja. Kelelep neh....

Sobat, Allah SWT juga udah memerintahkan kita untuk berpikir sebelum bertindak. Memberdayakan otak kita dengan hal-hal yang positif. Ini udah jelas tertuang di 5 ayat pertama Al Qur’an yang turun ke bumi, ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (TQS. Al Alaq: 1 – 5).

Nah sobat, paling tidak kita bisa mengambil 3 bahaya yang mengancam khususon remaja terhadap tayangan media yang miskin edukasi, yaitu 1. Melalaikan remaja dari berpikir serius, yang akhirnya menurunkan kualitas berpikir remaja; 2. Menjadikan remaja memiliki standar hanya berdasar perasaan terhibur semata, tanpa memandang halal-haramnya suatu perbuatan; 3. Memalingkan remaja (khusunya yang muslim) dari permasalahan lain yang lebih penting daripada sekedar menonton hiburan semata. Tak heran, munculnya generasi yang serba cuek dan emoh tanggap terhadap permasalahan kaum muslimin, baik di negeri ini maupun negeri muslim yang lain, adalah salah satu akibat maraknya tayangan dengan kefakiran berpikir namun sarat entertainment. Gicuulooch.

Akhirnya, udah saatnya orang-orang yang punya pangkat dan jabatan mulai bertindak. Jangan hanya senggoang doang, Om!! Saatnya juga sistem yang ada dikritisi. Sehingga ga muncul generasi-generasi masa depan yang rendah taraf berpikirnya, apalagi telmi dengan Islam. Iih amit-amit. (adi akmal)

3 comments:

  1. sebagai lawakan yang menghibur, segar, santai, serta cerdas!! --> hiburan murahan tapi mahal bagi pemilik modal!! FUCK!

    wah, postingan tahun 2007 ya?
    semalam tanpa sengaja aku nyetel tans7, pas acara "Empat Mata"... sedang menampilkan bintang tamu disuruh menyebutkan nama pahlawan ...buru-buru aku ganti, tapi tiba-tiba istriku mnahan.."coba lihat siapa yg bawa acaranya..?" kata istriku. "knapa?", aku penasaran..."khan situkul dirumahkan.." bla..bla..bla...
    dan sekarang kbtulan aku baca blog kamu ini.
    Entah, "kesadaran hatiku" menolak nonton acara itu...setengah episode pun! gak bisa ku lisankan alasannya! negh ajah!

    alah, hiburan?! prekkkks!!!

    ReplyDelete
  2. skrg acaranya dah turun rating kayaknya

    ReplyDelete

Berikan Kesan Yang Membangun Kawan.....

About Me

I am 26 Years old, Born in one village in east of Region Bulukumba. Educational background Electrical Engineering at State Polytechnic of Ujung Pandang, & Continue to Bachelor Degree In UVRI Management, Economy Faculty. Now i am working at BUMN company (Tonasa Cement Plant)and Active in personal franchise business developer. So U can ask me and share in many things...telecomm,business,self improvement,religious, and Instrumentation Engineering.