• RSS
  • My Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Monday 4 June 2007

PARASIT DAN BENALU AQIDAH

PARASIT DAN BENALU AQIDAH
Selintas Perkembangan dan Sisa Sisa Agama Kultur

Selama ini kebanyakan orang beranggapan bahwa belajar aqidah islam yang sebenarnya begitu sukar dan amat sukar untuk dipahami.Saking sukarnya orang biasanya mencap belajar aqidah islam sebagai sesuatu yang berada dalam wilayah "konflik".
Asumsi ini tentu ada benarnya, dengan alasan karena bahasa dan materi yang digunakan dalam dunia aqidah terkadang memuat multiinterpretasi dan sarat dengan makna.Aqidah bagaikan sebuah lorong hitam yang jelas garis finisnya, di mana tujuan akhirnya adalah menemui sumber cahaya, yakni kebenaran sejati (genuine truth).
Disadari atau pun tidak, bahwa sejak kecil manusia ternyata telah beraqidah. Demikian Allah berfirman dalam alqur`anBetapa tidak, sering dalam kehidupan sehari-hari kita mendengar pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari anak kecil, ketika seorang bapak yang sedang bercerita tentang keindahan laut beserta panoramanya, secara refleks sang anak memotong ceritanya dan bertanya "Pak, warna laut itu apa sih ?,"
Sepintas pertanyaan seperti itu terlihat biasa saja dan bahkan sering dianggap sebagai pertanyaan sepele. Dan terkadang jawaban yang keluar secara spontan mengikuti pendapat umum dengan menjawab bahwa warna air laut itu biru, titik!
Padahal sejatinya ketika laut itu dilihat secara dekat warna biru itu tidak akan tampak lagi. Jawaban ini pula biasanya di dalam dunia aqidah dikategorikan sebagai pengalaman inderawi dan nurani. Dan di sinilah fungsi aqidah, yakni bersikap radikalistik terhadap segala sesuatu yang kemudian dikritisinya semaksimal mungkin guna memperoleh jawaban yang logis.
Dengan instrumen nalar rasio dan keyakinan, aqidah mencoba menjembatani kegelisahan manusia untuk mengetahui hakikat segala sesuatu yang diyakininya. Mencari jawaban hakiki dengan mendasarkan pada proses nalar berpikir yang mendalam. Berawal dari sinilah, muncul berbagai asumsi negatif dan ungkapan-ungkapan miring lainnya. Seperti aqidah itu susah di satukan, aqidah itu membingungkan, aqidah itu kerjaannya hanya melangit sampai pada tuduhan yang agak ekstrem, Begitu akut term negatif yang melekat dalam benak mereka terhadap aqidah. Menjadikan aqidah terkesan kurang diminati orang. Namun, lain dulu lain sekarang. aqidah yang sejak awal kedatangannya cenderung disuguhkan dengan bahasa yang sukar dan sarat dengan multiinterpretasi. Kini berangsur-angsur mulai disajikan dengan penguraian yang agak lebih dapat dimengerti.
Melalui bahasa yang cukup ringan, enak dibaca, dan mudah dicerna tentang makna dan maksud serta tujuannya, menjadikan aqidah mulai dilirik kembali oleh perbagai kalangan, baik akademisi, cendikia maupun masyarakat pada umumnya, bahkan sebagian remaja dan anak anak mulai diarahkan terhadap pembelajaran aqidah islam terutama hal ini disebabkan semakin maraknya kegiatan pemurtadan terhadap umat islam. Hal ini setidaknya tergambarkan dalam beberapa tahun terakhir ini dengan maraknya penerbit menerbitkan buku-buku yang bertemakan aqidah seperti buku parasit aqidah ini.
Buku yang secara garis besar berisi filosofis diracik dan diramu dengan penggunaan bahasa yang cukup sederhana, menjadikannya berbobot ketimbang buku-buku lain. Beberapa pernyataan yang terkandung di dalamnya merupakan refleksi atas kehidupan sehari-hari yang terkadang kita menjadi bingung dibuatnya. Di mana dalam kehidupan sehari-hari seringkali dijumpai pendapat umum menjadi suatu kebenaran yang terkadang jarang kalau tidak dikatakan mustahil dipertanyakan kembali kebenarannya.
Seperti halnya telah disebutkan contoh di atas, para pengarang juga mampu menunjukkan sejumlah kasus lainnya, di mana sebelumnya diyakini bahwa pendapat umum (consensus) itu benar. Padahal sejatinya hanyalah psudeo kebenaran. Tidak selamanya pendapat umum yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Contoh lainnya, ada beberapa pendapat yang terlahir atas doktrin dogmatis isme tertentu di masa silam. Pendapat umum yang mengatakan bahwa islam itu ekstrim. Di mana kala itu orang tak ada yang mempertanyakan ulang tentang kebenarannya. Mereka hanya mendasarkan pendapatnya atas dasar indera mata semata. Sehingga pada gilirannya para penginjil terdahulu selalu mengalami perasaan optimis kalau-kalau mendekati kebenaran. Dan akhirnya terjatuh ke dalam jurang yang amat dalam (Irene Handoyo).
Padahal sejatinya, setelah dunia ilmiah melakukan eksperimennya dengan menjelajahi lautan selama beberapa tahun. Ternyata pelayaran tersebut kembali kepada tempat asalnya. Hal ini menandakan bahwa bumi tidaklah seperti dugaan yang pernah dituduhkan sebelumnya.
Jagad pemikiran filsafat yang begitu membentang, rupanya tidak hanya berfungsi pada wilayah ilmiah. Lebih dari itu, filsafat menjadi semacam "batu asahan" dalam ruang lingkup tata nilai kehidupan (moral). Dalam pandangan filsafat, moralitas tidak hanya berbicara tentang apa yang tidak seharusnya dilakukan. Namun juga membicarakan apa yang seharusnya dilakukan.
Menjadi satu catatan penting bagi kita bahwa moralitas -baik dan benar- hubungannya dengan hukum hanya secara kebetulan saja dapat seiring sejalan. (hlm. 154).
Mencuri atau membunuh, di Indonesia misalnya menjadi perbuatan yang salah dari aspek moral sekaligus dicap sebagai tindakan melawan hukum. Namun kadang moralitas dan hukum tidak selamanya berjalan seiring.
Hal ini dapat dilihat ketika adanya pemberlakuan hukum apartheid di Afrika Selatan beberapa tahun lalu. Warga kulit hitam menjadi second class, hak-haknya terbelenggu dan kebebasan azasi pun dikerangkeng oleh oknum otoriterian saat itu.
Mungkin warga kulit hitam telah melakukan banyak hal yang melawan hukum, seperti tinggal di daerah yang dilarang pemerintah atau menggunakan barang yang secara hukum apartheid hanya diperbolehkan bagi warga kulit putih.
Sejatinya, hal tersebut secara moral tidaklah salah, karena setiap orang ingin diperlakukan dengan adil, tidak diskriminatif. Tetapi, tentu saja apa yang mereka lakukan itu dari aspek hukum apartheid adalah salah.
Berkaitan dengan hal ini Stephen Law, menguraikan mengapa hal ini bisa terjadi. Melalui beberapa sudut pandang ia bermaksud menelah lebih seksama atas realitas sosial yang terjadi (hlm. 157-158).
The last but not the least, buku yang bertajuk seri pengantar filsafat ini menjadi suatu navigator yang akan menghantarkan para pembacanya ke dasar lubuk pemikiran filosofis. Menggugah curiosity kita untuk bukan sekadar mengenalnya melainkan menyelaminya lebih dalam. Berenang dalam dunia yang mengasyikkan.***

0 comments:

Post a Comment

Berikan Kesan Yang Membangun Kawan.....

About Me

I am 26 Years old, Born in one village in east of Region Bulukumba. Educational background Electrical Engineering at State Polytechnic of Ujung Pandang, & Continue to Bachelor Degree In UVRI Management, Economy Faculty. Now i am working at BUMN company (Tonasa Cement Plant)and Active in personal franchise business developer. So U can ask me and share in many things...telecomm,business,self improvement,religious, and Instrumentation Engineering.